Friday, 22 July 2016



Cerita Motivasi : Yang Berbeda
Karya : Ridho Rinumpoko


Berfikir sejernih mungkin. Segala cara untuk menenangkan otak yang setiap detik menterjemahkan semua aktifitas yang terjadi dari saraf Sensorik. lalu meneruskannya ke saraf lain yang bekerja untuk memberikan reflek gerakan, Motorik. Sebuah ilmu dasar ilmu biologi yang tentu tidak akan membuat pikiran keberatan untuk mengingatnya. Sebuah logika yang harusnya dapat dikuasai oleh anak SD. Jika tidak bisa, itu artinya bodoh. Atau mungkin karena malas. Entahlah, yang jelas dia tetap bodoh karena memilih untuk malas.

Bodoh!” bentak seorang guru terhadap muridnya yang sejak 15 menit yang lalu berdiri di depan kelas.

“Hanya mengingat urutan saraf dari gerak reflek dan gerak tak reflek saja tak bisa! Kau sudah SMA, Ko!” Nadanya semakin tinggi, membuat Diko semakin tertunduk, terdiam.

“Kenapa kau masih berdiri di sini? Cepat keluar!” Diko bergegas meninggalkan kelas. Ini bukan pertama kalinya ia disuruh keluar karena alasan “bodoh”, dan dia juga bukan satu-satunya yang disuruh keluar dari kelas.

Diko : “Jadi kau juga disini. Sakti, Wina”
Wina : “i.. Iya ko”
Diko : “Gudang ini bukan tempat merenung, kan?
Sakti : “Tak usah banyak bicara kau, bukankah kau juga datang kesini untuk menyendiri?”
Diko : “Yah.. Karena ada kalian, jadi tak jadi deh”
Sakti : “Terserahlah, yang penting aku tak peduli tentang kau. Dan jangan ganggu aku, gabunglah dengan si curut pendiam itu”
Diko : “Tapi, kupikir Wina itu anak yang cerdas. Kenapa dia ada disini?
Suasana hening. Pernyataan yang terlontar membuat ketiga orang dalam gudang itu terdiam. Semakin sunyi. Bahkan suara air menetes pada kran air di luar gudang terdengar sayu merembes ke telinga.

Wina : “A.. aku takut”
Diko : “Heh.. Takut ya. Ternyata kau pecundang. Tak sebaik yang kukira”
Sakti : “Bukannya kau juga takut ko, pengecut!”
Diko : “Setidaknya aku masih bisa bicara dengan lantang meski…”
Wina : “Se.. Semua yang disini penakut. Bi.. bicara satu milyar katapun, tidak akan menyembunyikan seluruh kerikil yang tertancap dalam hati karena beban”
Diko : “Maksutmu?
Sakti : “Kesedihan dan kekhawatiran terlihat cara dari mereka memandang. Sok kuatpun yang kau dapat hanya rasa sakit yang semakin parah”

Suasana kembali hening. Mungkin ini lebih hening.

Wina : “A.. aku takut jika tidak dapat menjadi yang terbaik. Du.. dulu aku anak emas yang menjadi harapan keluargaku yang miskin. Aku ta.. takut. Takut jika gagal. Meski telah banyak berdoa, aku tetap gagal. Tapi jika gagal, ayahku yang terkena penyakit storke pasti meninggal. A.. aku tak mau”
Semua terdiam.

Diko : “Keluargaku hancur. Aku tak tau harus bagaimana. Hidup tanpa kasih saying. Kau bisa mengerti apa yang ku maksut. Di rumah tidak ada siapa-siapa. Kecuali pembantu yang aku semakin bosan melihatnya sok mengaturku. Aku benci lingkungan keluargaku yang hancur”
Sakti : “Kalo begitu bagaimana dengan ini!”

Sakti membuka bajunya. Nampak luka memar dan tubuhnya yang agak kusam. Diko dan Wina terkejut.

Diko : “I.. Itu?”
Sakti : “Dilihat saja sudah tau kan? Mungkin kalian pikir luka yang terdapat pada tubuhku ini rasanya sakit. Memang. Luka ini begitu sakit, tapi sesuatu yang terdapat di dada ini melebihi sakit itu”
Wina : “A.. apa yang terjadi?
Sakti : “Ayah sangat kasar. Bukan hanya kasar tapi kejam. Bahkan sampai sekarang aku tak pernah melihat senyumnya. Yang kutau hanya wajah marahnya selalu. Setiap sore aku bekerja di sawah, dan malamnya aku harus menjual jajanan dan pagi harus kembali sekolah. Kau tau? Salah sedikit saja, rotan atau kaya melayang ke dada. Yang kubisa hanya berdoa pada tuhan. Tapi keadaan tak pernah berubah. Mungkin Tuhan tak mendengar. Aku ingin bunuh diri, tapi aku tak ingin mati.”
Diko : “Jadi kalian juga menderita.”

Sejak saat itu, mereka bertiga tak pernah absen untuk berkumpul di tempat istimewa ini. Mereka selalu melampiaskan kesedihan dan ketidaknyamanan dari masalah hidup mereka masing-masing di gudang itu. Memang tidak ada masalah lain, kecuali masalah yang sama. Kehidupan hidup mereka yang membebani hati, pikiran, dan tindakan. Memang mereka dapat saling berbagi untuk mengurangi beban hidup, tapi tidak untuk melenyapkan jutaan kerikil dari hati mereka.

Sudah seminggu mereka bertiga rutin berkumpul untuk melampiaskan kesedihannya di tempat ini. Jam menunjukkan pukul 1 siang. Seperti biasa, wajah yang muram tetap menghiasi wajah mereka bertiga. Hanya secerca kata saja yang keluar dari mulut mereka jikalau mereka sudah tak kuat menahan rasa sakit yang teramat sangat.

Brak! Tiba-tiba terdengar suara pintu terbuka dengan paksa. Seperti ada orang yang mendorongnya dengan keras. Sakti tersentak dan berdiri. Tangannya mengepal tanda jika ia siap untuk berkelahi.

“Hehe.. Maaf” ucap orang yang berdiri dengan tubuh sedang itu sambil menggaruk-garukkan kepala. Dia adalah Ipul yang juga teman sekelas Sakti.

Sakti : “Ngapain kau di sana, Pul?
Ipul : “Hanya mengecek gudang ini. Karena akhir-akhir ini katanya, ada suara-suara aneh. Ternyata curhatan kalian. Haha”
Diko : “Itu tak lucu pul!”
Ipul : “Tidak. Serius, dulu di sini pernah ada kejadian”
Wina : “Kejadian apa?”
Ipul : “Entah siapa ada yang menelpon saya tengah malam yang bertanya kapan gudang ini terbuka. 
Lalu aku menjawab jam 12 siang. Dia bilang itu terlalu lama. Setelah kujelaskan, dia tetep bersikeras untuk meminta agar gudangnya di buka sekarang. Aku agak takut. Dan kubilang jika gudangnya biasanya di buka jam 12. Dia tetap bersikeras. Akhirnya dengan terpaksa aku bilang jika paling pagi jam 6. Tetapi, dia tetap tidak mau. Dengan gemetar aku bertanya siapa dia”
Sakti : “La.. lalu?

Ipul menghela nafas panjang.

Ipul (Dia teriak dengan keras): “Woy, Aku petugas kebersihan SMA. Sejak tadi sore aku terkunci di sini!”

Semua diam.

HAHAHAHAHA!

Gelagak tawapun pecah. Lelucon Ipul telah membuat wajah senyum di wajah mereka Nampak. Wajah yang tidak pernah mereka pasang untuk beberapa waktu lalu. Dan Ipul memasangnya kembali. Namun, hanya beberapa menit sebelum senyum itu hilang kembali. Wajah sedih kembali menggatikannya. Ipul bergegas keluar meninggalkan mereka. Hati manusia memang tak semudah wajah yang dengan gampangnya berubah.

Setengah jam kemudian, Ipul kembali. Dengan antusias, Ipul menceritakan lelucon yang sama. Hanya senyuman yang menghiasi wajah mereka sebelum kembali ke wajah sedihnya. Setelah itu, Ipul keluar lagi. Setengah jam kemudian, Ipul kembali dengan antusius. Ia ceritakan lelucon yang sama. Kali ini, tidak ada senyuman atau tawa. Semua diam, hening.
Kemudian Ipul pun tersenyum dan berkata,

Ipul : “Jika kalian tidak dapat tertawa pada lelucon yang sama, tentu kalian tidak akan bersedih pada masalah yang sama”

Mereka bertiga saling pandang memandang. Diko berdiri melangkahkan kaki mendekati Ipul.

Diko : “Kau salah dalam beberapa hal.”

Ipul hanya tersenyum kecut.

Diko : “Masalah adalah pisau. Jika merobek kulit, tentu rasanya sakit. Dan kau harus tau? Berulang kalipun pisau itu merobek kulit, sekalipun dengan posisi yang sama. Rasanya tetap menyakitkan.”
Sakti dan Wina mengangguk kecil tanda sependapat dengan Diko.

Ipul : “Kau benar atas pernyataanmu. Tapi kau salah dalam menyikapi”
Diko : “Salah bagaimana?”
Ipul : “Jika memang terluka, kenapa di obati?”
Diko : “Apa obatnya?”
Ipul : “ Cinta”
Diko : “Cinta? Tak ada yang mencintaiku. Orang tua? Bahkan mereka tak peduli denganku. Kau orang yang sok tau, Tidak ada yang dapat memberikanku obat itu”
Ipul : “Ada. Alloh!”

Semua tertegun dengan satu kata “Alloh” yang keluar dari mulut Ipul. Tak terkecuali Diko yang kini tak bergerak sedikitpun. Memang, kata itu begitu asing di telinganya. Entah mengapa, hal itu membuat tubuhnya kaku, sulit bergerak.

Diko : “Alloh mencintaiku? Tapi kenapa aku seperti ini? Terlalu berat masalah hidupku”
Ipul : “Mencintaimu? Karena kau tak pernah menyebut asmaNya kan?. Heh.. bahkan kau mungkin telah melupakanNya!”
Diko : (Terdiam)
Ipul : “Yang ada dikepalamu hanya mencoba keluar dan lari tanpa mencari solusi. Kau hanya selalu menggugat kepada Tuhan, tanpa kau mau meminta kepada Tuhan. Lalu kau meminta Alloh mencintaimu? Jangan bercanda. Cintailah Alloh, maka Alloh akan mencintaimu. Kepedulianmu terhadap Alloh adalah bukti rasa cintamu”
Sakti : “Aku selalu berdoa kepada Alloh, tapi kenapa Dia tak mendengarkan doaku?”
Ipul : (Menatap Sakti) “Mendengarkanmu? Kau bahkan tak pernah mendekat kepadanya. Bagaimana Alloh bisa mendengar, jika kau sama sekali tak mau mendekat kepadanya”

Sakti : “Apa maksutmu?”
Ipul : “Berteriaklah! Lalu apakah Pak Presiden mendengarmu? Tidak. Jika kau ingin Pak Presiden mendengarmu, Mendekatlah. Datanglah ketempatnya lalu bicaralah padanya.”
Sakti : “Bagaimana aku mendekatkan diri kepada Alloh?”
Ipul : “Beribadahlah kepada Alloh, entah Wajib atau sunah. Dan datanglah ke rumah Alloh, Masjid lalu memohonlah”
Wina : “A.. Aku selalu beribadah dan berdoa, kenapa Alloh tak mengabulkanku?”
Ipul : “Karena kau tak mau usaha! Bagaimana Alloh akan mengabulkan doamu?! Jika kau hanya diam tanpa usaha!”
Wina : (Tertunduk)
Ipul : “Kau tau? Doa adalah keajaiban. Dan tidak ada yang namanya keajaiban jika kita tidak mencoba berusaha untuk membuatnya”
Wina : “Tapi.. tapi jika Alloh tetap tidak mengabulkannya?”
Ipul : “Tidak. Jika memang begitu, Alloh pasti mendengarmu. Hanya saja, Alloh mengabulkan doa seseorang melalui 3 jenis. Pertama di kabulkan, kedua di tunda, dan yang ketiga di gantikan dengan yang lebih baik
Wina : “Tapi..”
Ipul : “Dan yang membuat kalian bersedih bukanlah Alloh. Tapi, hati kalian sendiri yang pengecut dan selalu ragu akan pilihanNya yang terbaik untuk kita

Semua terdiam.

Ipul : “Aku tahu, sesuatu permasalahan memang membuat kita frustasi. Tetapi jika diam tanpa usaha dan doa, akan membuat permasalahan semakin tak berujung
Diko : “Kau benar. Aku juga agak menyesal kenapa harus mengurung diri di sini tanpa melakukan aksi”

Diko tersenyum dengan menyenggol lengan Ipul. Ipul membalas senyumnya.

Ipul : “Alloh menempatkan kita pada suatu permasalahan hidup karena Dia yakin kita pasti dapat melaluinya. Alloh yakin jika itu sesuai dengan batas kemampuan kita. Jika memang kita kesulitan untuk membongkahnya, maka berdoalah untuk meminta pertolongan apapun serta mendekatlah agar doamu dapat di dengar olehNya. Jangan hanya diam yang pada akhirnya putus asa dan menyalahkan Tuhan”.

Layaknya kayu yang dapat membelah batu menjadi dua, Ipul dapat membuat senyum permanen menghiasi wajah mereka. Sesuatu hal yang sebelumnya tidak mungkin. Tapi kini rasa optimis tertanam di hati mereka. Sebuah mantra jika “Segala sesuatu sudah menjadi rencana yang terbaik dariNya” membuat mereka bertiga kini dapat melalui hidupnya dengan senang hati. Bahkan mereka selalu bersyukur atas masalah yang diberikan Alloh karena telah membuatnya semakin kuat. Sejak saat itu, mereka berempat tak pernah absen untuk berkunjung ke rumah Alloh untuk beribadah.
Bahkan, mereka berlomba untuk mengkhatamkan Al-quran.

Kini mereka telah berubah. Bukan hanya rajin beribadah dan berdoa, mereka selalu berusaha sungguh-sungguh menghadapi segala masalah yang di hadapi. Tidak ada kesedihan yang berlarut-larut, yang ada adalah senyuman yang terang memancari hati mereka.

Daripada diam untuk menyesali masalah yang terjadi, lebih baik berlari untuk mencari jalan keluar yang meski itu belum pasti didapati”.

Sebuah moto hidup baru mereka yang membuatnya semakin kuat menjalani hidup apapun masalahnya. Karena jika serasa mustahil, mereka punya Dzat yang dapat menolong mereka dalam hal apapun, Alloh.

(Selesai)

-----------------
Lalu pesan apa yang dapat kita ambil dari kisah di atas?
"ALLOH MENEMPATKAN KITA PADA SUATU PERMASALAHAN HIDUP KARENA DIA YAKIN KITA PASTI DAPAT MELALUINYA. ALLOH YAKIN JIKA ITU SESUAI DENGAN BATAS KEMAMPUAN KITA. JIKA MEMANG KITA KESULITAN UNTUK MEMBONGKAHNYA, MAKA BERDOALAH UNTUK MEMINTA PERTOLONGAN APAPUN SERTA MENDEKATLAH AGAR DOAMU DAPAT DI DENGAR OLEHNYA. DOA ADALAH KEAJAIBAN, DAN TIDAK ADA YANG NAMANYA KEAJAIBAN TANPA KITA BERUSAHA MENCOBA MEMBUATNYA"

1 comments: