Wednesday, 2 April 2014




Cerita Motivasi : Bayangkanlah!
Karya : Ridho Rinumpoko


Tet.. Tet.. Tet..
Bel nyaring berbunyi yang tersaut oleh sorak murid dari SMA yang terkenal dengan kecerdasaan siswanya di segala bidang, SMA Grogol. Ya.. Sekolah yang menjadi harapan dan cita-cita seluruh anak-anak di kota ini. Bahkan, memakai almamaternyapun sudah menjadi sebuah alat yang dapat membuat dada ini sedikit membusung ke atas. Benar-benar istimewa. Seistimewa ketika mendapat sebuah baju baru di hari ulang tahun.
Mungkin,  alasan nama besar adalah salah satu senjata ampuh untuk menghancurkan sebuah dinding yang disebut cita-cita. Tapi, dinding itu tak akan pernah hancur jika tidak menggunakan senjata ampuh tersebut  dengan sungguh-sungguh dan tepat. Hanya membuang-buang waktu untuk mendapatkan senjata ampuh itu yang pada akhirnya tidak pernah dimanfaatkan dengan benar. Ya.. Alasan logis. Selogis seorang laki-laki yang berjuang untuk wanita idamannya.
“Habis ini mau kemana de?” Tanya seorang laki-laki memakai seragam SMA Grogol kepada teman gadisnya sekelas.
“Ada apa ko?” Tanya balik gadis itu pada laki-laki bernama Tiko.
“Mm.. mau jalan?” Ucap Tiko senyum-senyum.
“Kemana?”
“Kemana aja”
“Tidak. Terimakasih” Balas Dea singkat dan segera menjauhi Tiko.
Dan kini Dea semakin berlalu. Menjauh dan semakin menghilang dari pandangannya. Entah apa yang dipikirkan, tapi Tiko terus menatapnya. Tatapan yang penuh harap.
“Kau suka padanya?”Aih! suara lirih yang mengagetkan Tiko. Sesekali Tiko salah tingkah dan segera menanggapi argument laki-laki yang bertanya padanya.
“Ma.. Mana bisa begitu Rul?” sedikit gelagapan Tiko menjawab pertanyaan singkat itu.
“Tak perlu bohong, kan?” Irul tetap mencoba membuat Tiko mengakuinya.  Dia tersenyum lembut. Senyum yang mengisyaratkan jika apa yang dikatakannya adalah benar.
Kali ini Tiko terdiam, menatap Dea yang telah hilang dari kejauhan. Menatapnya dengan mata berbinar.
“Jika menyukai seseorang, manusia tidak akan bosan memandang dan terus memandang seseorang yang disukainya.” Ucapan Irul tepat mengenai hatinya. Memang selalu tepat. Tapi Tiko tak bisa berbuat apa-apa. Mungkin lebih tepatnya, dia tidak ingin melakukan apa-apa selain memandangi Dea.
“Walaupun seseorang yang disukai itu tidak memandangnya, dia akan selalu mencoba untuk memandangnya” Ucap Irul melanjutkan argumennya. Sebuah Argumen yang tak hanya membuat Tiko terdiam, tapi tertunduk. Menunduk karena malu atau takut?. Entahlah. Tapi itu membuat Irul  mencoba menghiburnya.  Dia memegang pundak Tiko. Tiko mengadah. Memandang Irul, dan kembali tersenyum menatap Dea yang sudah tak Nampak.
“Seseorang akan terus tersenyum di depan orang yang disukainya dan mencoba “Sok kuat” di depannya, meski hatinya rapuh. Seperti yang kau lakukan ini” Irul tersenyum. Tiko tersenyum juga. Namun senyum mereka berbeda. Senyum Tiko bukan suatu alasan yang membuatnya senang. Tapi alasan lain yang membuatnya terdiam adalah karena kata-kata Irul tepat mengenai apa yang dia pikirkan.
“Mengapa tidak menyatakan “Cinta” padanya? Bukannya dia juga menyukaimu?” Tiko kembali tertunduk. Serta kembali memandang memandang tempat Dea berjalan.
“Tidak. Dia tidak menyukaiku” Tiko menjawab dengan senyum kecut. Nampak menyimpan kekecewaan dari apa yang dia katakan.
“Apa kau sadar akan beberapa hal?” Tanya Irul.
“Entahlah” Jawa Tiko singkat. Irul terdiam. Menghela napas dan berharap apa yang dia akan katakan nanti membuat kawannya tenang.
“Kau itu anak yang cerdas, juara kelas, olimpiadepun dapat medali emas” Nada irul kian meninggi.  Bukan karena marah, tapi karena dia peduli.
Tiko terdiam. Irul terdiam. Irul mencoba mengajaknya bicara sekali lagi. Dia pegang pundak Tiko. Tiko terseyum sekilas, dan akhirnya dia memilih melangkah meninggalkan Irul.
( 2 Minggu kemudian )
Suasana kini sangat berubah. Mereka berdua tak lagi berbicara, bahkan hanya sekedar menyapa. Entah apa yang terjadi. Tapi kenyataannya mereka telah berubah. Suatu kenyataan yang dianggapnya dulu adalah kemustahilan. Mustahil jika mereka akan berjauhan dan saling membenci. Namun waktu bahkan dapat merubah rasa manis menjadi pahit. Bukan suatu hal yang mustahil. Meski mereka berdua satu sekolahan. Berjalan bersama tapi tidak ada tegur sapa atau canda tawa. Semua berubah menjadi sunyi. Sepi.
Berbeda dengan Tiko, Irul tetap ingin membuat kawannya kembali semangat.  Irul kangen dengan Tiko yang jenius. Orang yang dapat berargumen tentang soal PKn. Berdebat tentang permasalahan pemecahan soal Fluida atau kesetimbangan benda tegar. Meski Tiko bukan tandingan Irul, hanya saja kecerdasan Tiko dapat menular ke otaknya.
“Mau kemana kau?” Tanya irul cuek. Meski dalam hati dia ingin bertanya lebih pada Tiko. Dan Tiko tak bergeming sedikitpun. Ingin rasanya Irul  memukul kawannya ini agar otaknya kembali encer. Dan ingin sekali Irul tau apa yang sebenarnya dia fikirkan. Sungguh, Irul tidak akan keberatan. Namun kenyataan tak selalu berpihak. Selangkah demi selangkah, Tiko kembali membiarkan kakinya melangkah menjauh dari Irul. Dia selalu ingin sendiri. Menanggung masalah sendirian. Bahkan, hatinyapun tak boleh tau.
Tet.. Tet..
Jam istirahat berbunyi. Itu artinya waktu untuk makan. Mungkin lebih tepatnya merefres otak.  Sekilas Irul melihat wajah Dea yang tertawa. Namun entah kenapa hal itu membuatnya kesal. Dan satu-satunya tempat untuk menaruh rasa kesalnya adalah di masjid.
Berlahan dia menaiki tangga. Suasana yang sepi. Dan tak ada seorangpun di sana. Irul merenung sejenak, mungkin suatu mustahil jika bisa membuat masjid ini lebih ramai dari kantin. Tetapi, Irul percaya jika tidak ada yang mustahil. Dia percepat langkahnya menuju dalam masjid.
Betapa terkejutnya, dia melihat seseorang yang bersujud di dalam masjid. Irul mencoba mendekati. Semakin dekat. Dan…

“Tiko..”
Ucapnya pelan. Irul terus memandangi Tiko yang bersujud dan meneteskan air mata. Entah sejak kapan Tiko melakukan ini. Dan entah kenapa hal ini membuat dasar perut Irul menjadi panas. Irul semakin tak kuasa. Untuk pertama kalinya. Irul melangkah menjauh dari Tiko.
Tiko telah selesai bersujud dan sholat. Mungkin sajadahnya menjadi amat basah karena air matanya.  Dia ambil air wudhu agar tidak ada orang yang tau jika dia menangis. Dengan banyak hal yang dia fikirkan, Tiko mulai keluar dan menurunu tangga masjid.
“Mau Kabur lagi?” Suara yang mengagetkan Tiko. Suara yang sangat dia kenal. Dan suara yang hampir dia lupakan.
“Irul.. Se.. Sejak kapan?” Tanya Tiko mencoba mengatur  kegelagapannya.
“Sejak kau bersujud dan menangis di masjid” Jawab irul singkat.
“Oke.. Kau menang” Tiko bernada lirih. Seolah dia dikalahkan oleh Irul. Sangat telak.
“Ini bukan soal pertandingan, ko”
“Ini soal pertandingan hati, rul”
“Apa maksutmu?”
“Kau tak tau apa-apa!”
“Kau tak pernah cerita!? Mana aku bisa tau?”
“Tidak akan ada yang berubah meski aku bercerita”
“Segalanya tidak akan tau jika tidak dicoba. Dan segalanya tidak akan berubah jika kau hanya diam!”
Irul bersikeras agar Tiko mau bercerita tentang keadaannya, meski Tiko terus menolak. Namun, berlahan hati Tiko mulai cair.
“Manusia hidup bukan untuk berjalan sendirian. Mereka butuh partner agar dapat maju. Sampai kapanpun, manusia tidak akan menang melawan kesepian” dan kini, kata-kata Irul benar-benar meluluhkan hati Tiko.
Suasana kembali sunyi. Mungkin mereka kelelahan beradu emosi hati. mereka memandangi langit. Berharap, beban hidup dapat teralir oleh awan yang berarak.
“Aku menyatakan perasaanku pada Dea” tiba-tiba Tiko berbicara. Irul tercengang dengan ucapan kawannya.
“Serius?” Irul agak keheranan dengan pernyataan Tiko.
“Ya” Jawab Tiko singkat. Dan suasana kembali sunyi.
“Kenapa kau tak Tanya hasilnya?” Tanya Tiko yang sejak tadi memandangi Irul yang berwajah datar.
“Aku sudah tau kok”
“Apa?”
“Dia menolakmu”
“Kenapa kau bisa tau?” Kini Tiko yang keheranan dengan jawaban Irul.
“Karena aku lebih dulu menyukai Dea daripada kau” Irul tesenyum. Tiko tak percaya.
“Sampai sekarang?” Tanya Tiko lagi.
“Iya. Hanya saja semua agak berbeda. Dia tak menyukaiku sama sekali.”  Irul berhenti bercerita. Mungkin karena emosi masa lalu kembali menyerangnya.
“Lalu?”
“Aku melupakan harapanku untuk bersama Dea. Bukan karena menyerah, tapi mungkin karena bukan jalanku untuk kesana. Ada banyak hal lain yang harus kucapai.” Irul tersenyum kecil. Namun, Tiko bisa merasakan perasaan Irul yang lebih menyakitkan.
“Aku hanya bisa merindukannya dalam diam dan mencintainya dalam bisu. Itulah kenapa aku mempercayakannya padamu. Karena Dea adalah orang yang berharga untukku” Irul tersenyum. Senyumannya lebih terang dari yang tadi.
“Berharga ya? Ini menyakitkan” Tiko memegang dadanya. Menunjukkan sesuatu kepada Irul. Jika apa yang Irul lakukan adalah kesalahan. Mestinya Irul tidak membiarkan Tiko menyukai Dea.
“Kau benar, ko. Menyakitkan adalah ketika akhirnya kita menemukan seseorang yang begitu berharga dalam hidup kita. Hanya untuk belajar bagaimana cara melepaskannya”
“Tetapi aku punya kau, ko” Irul memegang pundak Tiko. Dan tersenyum puas dengan apa yang dia miliki. Seorang yang bernama Tiko.
Mereka saling memandang. Tersenyum dan tertawa. Mungkin Irul baru merasakan kebersamaan ini. Rasa ceria yang tak pernah dia rasakan sebelumnya.
“Terima kasih. Dan sekarang aku tak tau harus bagaimana rul” Tiko kembali menundukkan kepala. Sebuah pernyataan yang menjadi bebannya.
“Sini kuberi tau” Irul mengajak Tiko berdiri. Mereka memandang langit.
“JANGAN DIAM!” Suara tegas irul membuat Tiko tersentak.
“Kau Tau? Kenapa Orang nelayan  jepang memasukkan hiu kecil di wadah ikan Salmon?” Tanya Irul. Tiko hanya diam.
“Karena Ikan Salmon akan banyak yang mati jika tidak ada hiu kecil. Ikan Salmon hanya diam dan menunggu mati. Tapi,  Ikan Hiu kecil memaksa ikan salmon untuk terus bergerak. Dan selalu bergerak, agar tidak termangsa. Hingga akhirnya ikan salmon dapat hidup tanpa terduga.” Irul kembali tersenyum.
Apa yang membuat kita “hidup dan terus bergerak” seperti ikan salmon dalam kisah tadi? Ikan hiu kecil adalah Masalah hidup kita.  Seperti yang kau alami” Pernyataan Irul membuat Tiko tersenyum puas.
“Kau benar, Rul. “hiu kecil” itu secara perlahan tapi pasti akan membawa kebahagiaan dan kebaikan di masa mendatang. Karena “hiu kecil” ini akan “memaksa” kita untuk terus bergerak dan tetap berjuang di dalam kehidupan untuk memberikan potensi kita yang terbaik.
Semua masalah yang kita alami itu pada dasarnya merupakan sesuatu yang baik karena itulah yang menggerakkan kita terus-menerus. Hingga dapat membuat kita kuat ” Tiko menjelaskan dengan tersenyum lebar.
“Akhirnya kau mengerti juga. Mari sama-sam berjuang kawan. Berkreasi! Dan hadapi semua masalah” Irul pun membuat janji dengan Tiko. Jika mereka tidak akan menyerah sampai akhir. Meski terkadang masalah akan hampir menghentikkan mereka.
(Selesai)




0 comments:

Post a Comment