Friday, 28 March 2014



Cerita Motivasi : Pengorbanan
Karya : Ridho Rinumpoko


Di dalam rumah yang sederhana nan bersih itu nampak Seorang nenek yang sedang menjahit sebuah baju dengan menggunakan sebuah benang dan jarum sederhana. Tampak keringat yang mengguyur namun wajah berseri-seri selalu tampak di raut dari sang nenek itu. Meski rumahnya jelas lebih serderhana dari rumah-rumah tetangganya yang minimal punya motor. Sedang apa yang dipunyai sang nenek dan tak dipunyai semua orang di sana adalah keyakinan hati dan keikhlasan tulus.

Tiba-tiba seorang anak laki-laki kecil memakai sebuah seragam merah putih mendobrak hingga mengagetkan sang nenek.
Braak!” Suara pintu yang hampir rapuh berbenturan dengan tangan mungil anak itu.
“Masya Alloh, le! ada apa to?” tanya sang nenek yang tetap dengan wajah tersenyum.
“Rahil capek nek” Jawab Singkat anak bernama Rahil itu yang menunjukkan Raut sedih dan berat. Tapi sang nenek hanya diam dan tak mengerti apa yang dimaksutkan oleh sang cucu yang masih berdiri didepan pintu itu.
“Aku capek, sangat capek, aku capek karena aku belajar mati matian untuk mendapat nilai bagus sedang temanku bisa dapat nilai bagus dengan menyontek. Aku mau menyontek saja!
“Aku capek. sangat capek, aku capek karena aku harus terus membantu nenek membersihkan rumah, sedang temanku punya pembantu, aku ingin kita punya pembantu saja!
“Aku cape karena aku harus menabung, sedang temanku bisa terus jajan tanpa harus
menabun
g. aku ingin jajan terus!
“Aku capek, sangat capek karena aku harus menjaga lisanku untuk tidak menyakiti, sedang temanku enak saja berbicara sampai aku sakit hati”
Aku capek, sangat capek karena aku harus menahan diri untuk pacaran, sedang teman-temanku bisa seenaknya pacaran dan perpegang tangan seseorang yang disukainya. Aku capek nek, sangat capek. Aku ingin pacaran
“Aku capek, sangat capek karena aku harus menjaga sikapku untuk menghormati teman-teman ku, sedang teman temanku seenaknya saja bersikap kepada ku

“Aku capek nenek, aku capek menahan diri. Aku ingin seperti mereka, mereka terlihat senang, aku ingin bersikap seperti mereka nenek ! bisa bebas melakukan apapun hal yang disukainya
Perkataan yang tulus dari sang anak hingga tak terasa segelintir air dari kelopak mata membahasi pipinya. Kemudian sang nenek mulai berdiri dan tertatih-tatih untuk mendekati serta mengusap air matanya. Pelukan sang nenek menjadi sebuah aroma pengharum bagi tubuh mungil Rahil. Kemudian sang nenek tersenyum dan mengelus kepala Rahil.
“Ayo le, kutunjukkan sesuatu padamu” ucapnya pelan, supaya tak mengganggu kenyamanan sang cucu. Nenekpun segera meraih tangan Rahil dan digenggamnya kuat-kuat agar tak lepas. Rahil kaget dan bingung, kenapa sang nenek mengajaknyanya?. Pertanyaannya dia simpan dalam hati.
Kemudian mereka menyusuri sebuah jalan yang sangat jelek, kumuh, berduri, serangga, lumpur, ilalang, serta batu-batu besar yang mungkin bisa membuatnya terluka.
“Nek, aku tak suka jalan ini” nenek hanya diam mendengar keluhan Sang cucu.
Aduh, ada laba-laba dikepalaku yang menggangguku nek” dan sang nenek tetap diam, seraya melindungi kepala Rahil dengan tangannya.
“Auw, nek tunggu kakiku kena batu, sakit nek” teriakan kesakitan sang cucu membuat sang nenek mau tidak mau harus menghentikkan langkahnya. Dan tersenyum kepada Rahil.
Baiklah, biar nenek gendong”
“Tidak.. tidak nek.. aku mau berjalan sendiri saja” elaknya reflek, karna dia tak mau membuat sang nenek kelelahan dan menderita. Karna Rahil tau jika sang nenek sudah cukup menderita. Lalu mereka melanjutkan perjalanannya.
Sampai akhirnya mereka sampai pada sebuah telaga yang sangat indah, airnya sangat segar, ada banyak kupu kupu, bunga bunga yang cantik, dan pepohonan yang rindang. hingga membuat sang cucu tercengang dan terbelalak matanya.
Wuaaaah… tempat apa ini nek? aku suka! aku suka tempat ini!” sang nenek hanya diam dan kemudian duduk di bawah pohon yang rindang beralaskan rerumputan hijau dan tersenyum dengan kebahagian sang cucunya itu.
Kemarilah le, ayo duduk di samping nenek” ujar sang nenek, dan membuat sang cucu pun ikut duduk di samping neneknya. Sang nenek menatap mata Rahil dengan penuh kasih sayang.
“Le, tahukah kau mengapa di sini begitu sepi? padahal tempat ini begitu indah bukan?”
Tidak tahu nek. memangnya kenapa?”
Itu karena orang orang tidak mau menyusuri jalan yang jelek tadi, padahal mereka tau ada telaga di sini, tetapi mereka tidak bisa bersabar dalam menyusuri jalan itu”
Perkataan sang nenek itu membuat Rahil sedikit senang karna berhasil melewati Jalan tadi.
Ooh… berarti kita orang yang sabar ya nek? alhamdulillah”
Nah, akhirnya kau mengerti” Senyum sang nenek terlempar kepada sang cucu. Tapi hal itu membuat bingung sang cucu yang belum paham apa yang dimaksut sang nenek itu.
”Mengerti apa? aku tidak mengerti”. Dengan tersenyum sang nenek menjawab pertanyaan dari Rahil.
”Le, butuh kesabaran dalam belajar, butuh kesabaran dalam bersikap baik, butuh kesabaran dalam kujujuran, butuh kesabaran dalam setiap kebaikan agar kita mendapat kemenangan, seperti jalan yang tadi. Bukankah kau harus sabar saat ada batu melukai kakimu, kau harus sabar saat lumpur mengotori tubuhmu, serangga harus menggangu kepalamu, kau harus sabar melawati ilalang dan kau pun harus sabar saat dikelilingi serangga. Dan akhirnya semuanya terbayar kan? ada telaga yang sangatt indah


Seandainya kau tidak sabar, apa yang kau dapat? kau tidak akan mendapat apa apa Le, oleh karena itu bersabarlah” Rahil mengerutkan dahinya.

”Tapi nek, tidak mudah untuk bersabar ”

Aku tau, oleh karena itu ada nenek yang menggenggam tanganmu agar kau tetap kuat. Begitu pula hidup, ada nenek yang akan terus berada di sampingmu agar saat kau jatuh, nenek bisa mengangkatmu, tapi ingatlah cucuku. Nenek tidak selamanya bisa mengangkatmu saat kau jatuh. Suatu saat nanti, kau harus bisa berdiri sendiri. Maka jangan pernah kau gantungkan hidupmu pada orang lain. Jadilah dirimu sendiri. Seorang pemuda muslim yang kuat, yang tetap tabah dan istiqomah karena ia tahu ada Allah di sampingnya. Maka kau akan dapati dirimu tetap berjalan menyusuri kehidupan saat yang lain memutuskan untuk berhenti dan pulang. Maka kau tau akhirnya kan?”
Pernyataan Sang nenek kali ini membuat sang cucu sumringah, dan tersenyum lebar.

”Ya nenek, aku tau.. aku akan dapat surga yang indah yang lebih indah dari telaga ini. Sekarang aku mengerti. Terima kasih nenek, aku akan tegar saat yang lain terlempar ”

Sang nenek hanya tersenyum sambil menatap wajah cucu kesayangannya dan kebanggannya. Tangan nenek yang tadi menggenggamnya beralih merangkul pundaknnya. Dan mereka menikmati keindahan telaga kembali.
(Selesai)


0 comments:

Post a Comment