Wednesday, 10 May 2017



Sebelum membahas tentang jawaban pertanyaan dari peran rokok dalam fenomena kebakaran hutan Indonesia, saya akan membahas dahulu, (1) kondisi hutan di Indonesia, dan (2) bagaimana kebakaran itu bisa terjadi.

Hutan di Indonesia
Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan ( UU No.41 tahun 1999). Hutan berdasarkan iklimnya terbagi menjadi dua, yaitu Hutan hujan tropis dan Hutan munson.
Hutan munson, atau biasa disebut hutan musim. Hutan ini memiliki curah hujan yang tinggi namun musim kemaraunya panjang. Ketika musim kemarau tiba, hutan jenis ini akan menggugurkan daunnya sehingga terlihat seperti hutan dengan pepohonan yang mati.  Tetapi ada juga hutan monsun yang selalu hijau.
Hutan hujan tropis adalah tipe hutan di kawasan tropis yang selalu diguyur hujan sepanjang tahun. Tingkat curah hujan kawasan ini cukup tinggi, lebih dari 1200 mm per tahun. Hutan ini memiliki musim kering yang pendek, bahkan di beberapa tempat hampir tidak pernah mengalami musim kering. Mungkin karena hal tersebut, tipe hutan ini sering disebut hutan everwet (selalu basah) atau evergreen (selalu hijau). Dan yang termasuk hutan ini adalah hutan Amazon dan hutan di Indonesia. (Arief 2001)
Jika dilihat dari garis lintangnya, Indonesia berada di 6 derajat LU s.d 11 derajat LS, hal tersebut berarti melewati garis khatulistiwa. Sehingga juga mendukung berbagai vegetasi dan spesies bisa tumbuh dan berkembang untuk menigkatkan keanekaragaman hayati.

Bagaimana kebakaran Hutan bisa terjadi?

Kebakaran adalah suatu kejadian dimana sumber panas melahap bahan bakar bervegetasi di wilayah hutan yang tidak terkendali. Berdasarkan definisi tersebut, terdapat 3 faktor atau sumber yang menjadi syarat wajib terjadinya suatu kebakaran (Flamming). Yaitu, Bahan bakar, Sumber Api, dan sumber Oksigen. Secara tradisional biasa disebut Segitiga Api (Fire Triangle). Sehingga, kebakaran mutlak tidak akan terjadi jika ketiga syarat tersebut belum terpenuhi.
Sejatinya, proses pembakaran adalah proses kebalikan dari reaksi fotosintesis
CO2 + H2O + energi matahari menghasilkan O2 dan (C6H10O5)n

Dan proses pembakaran adalah demikian,
 O2 +(C6H10O5)n + sumber penyulutan menghasilkan CO2 + H2O + panas.
Kemudian, ada beberapa tahapan dalam proses kebakaran. Api tidak serta-merta muncul tanpa melalui tahapan tertentu. Yaitu, pra-penyalaan (pre-ignition), penyalaan (flaming), pembaraan (smoldering), pemijaran (glowing) dan padam (extinction).  Setiap tahapan memiliki syarat tertentu untuk dapat terjadi. Misal, masuk proses Flaming, nyala api membutuhkan suhu sekitar 285 derajat C s.d 325 derajat C, dengan syarat segitiga api harus terpenuhi. 


Pertanyaannya, apakah rokok bisa memicu terjadinya kebakaran?

Berdasarkan penelitian yang saya lakukan di praktikum Perlindungan Hutan, tentang kebakaran hutan di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Membuktikan bahwa, pada puntung rokok, dilakukan tiga perlakuan yaitu perlakuan 1 batang rokok yang disimpan pada serasah, 2 batang rokok yang disimpan pada serasah, dan 2 batang rokok disatukan yang disimpan pada serasah. Ketiga perlakuan ini memiliki hasil pengamatan yang relatif sama dalam waktu 10 menit yaitu rokok yang disimpan masih menyala, tidak terjadi penyalaan atau percikan api pada serasah, serasah terlihat hangus, dan puntung rokok mengecil karena habis terbakar. Tingkat bara api, kelembaban serasah, dan cuaca lingkungan menjadi salah satu faktor yang dapat diperhitungkan dalam puntung rokok yang menyebabkan kebakaran hutan. Jika bara api yang dihasilkan oleh puntung rokok kuat, kelembaban serasah kecil, dan cuaca sedang pemusim kemarau, maka kemungkinan besar dapat muncul api dan menyebabkan kebakaran hutan. Terlebih lagi, suhu pada punting rokok tidak mencapai 100 derajat celcius dengan kuantitas bara api yang dihasilkan kecil. Bahkan, bara api rokok tidak mampu menimbulkan percikan api di serasa pinus yang kering.
Kesimpulannya, putung rokok yang menjadi sumber panas mungkin bisa sedikit dibenarkan, akan tetapi argumen yang berpendapat bahwa putung rokok dapat menyebabkan pemicu terjadinya kebakaran menjadi lemah dan cenderung hal yang hampir mustahil bisa terjadi. Kondisi ini diperkuat dengan kondisi hutan di Indonesia yang merupakan hutan hujan tropis yang selalu basah setiap tahunnya dengan rata-rata kelembaban udara yang diatas rata-rata. Bahkan, 2 putung rokok tidak dapat membakar serasah pinus yang dalam kondisi kering. Karena, suhu yang dihasilkan pada bara putung rokok tidak mencapai 285 derajat C yang menjadi syarat minimum terjadinya proses Flaming. Pengecualiannya, adalah ketika hutan dan lingkungan yang sudah dirusak oleh manusia, menjadikan lingkungan tidak alami lagi, sehingga  menjadi pemicu peningkatan suhu lingkungan, dan pengurangan kadar air yang berlebih pada bahan bakar vegetasi.


Daftar Pustaka
Arifin Arief. 2001. Hutan dan kehutanan. Penerbit Kanisius, Yogyakarta



1 comments: