Sebelum membahas tentang jawaban pertanyaan dari peran
rokok dalam fenomena kebakaran hutan Indonesia, saya akan membahas dahulu, (1) kondisi hutan di Indonesia, dan (2) bagaimana kebakaran itu bisa terjadi.
Hutan
di Indonesia
Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan
lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam
persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan
( UU No.41 tahun 1999). Hutan berdasarkan iklimnya terbagi menjadi dua,
yaitu Hutan hujan tropis dan Hutan munson.
Hutan munson, atau biasa disebut hutan musim.
Hutan ini memiliki curah hujan yang tinggi namun musim kemaraunya panjang.
Ketika musim kemarau tiba, hutan jenis ini akan menggugurkan daunnya sehingga
terlihat seperti hutan dengan pepohonan yang mati. Tetapi ada juga hutan
monsun yang selalu hijau.
Hutan hujan tropis adalah tipe hutan di kawasan
tropis yang selalu diguyur hujan sepanjang tahun. Tingkat curah hujan kawasan
ini cukup tinggi, lebih dari 1200 mm per tahun. Hutan ini memiliki musim
kering yang pendek, bahkan di beberapa tempat hampir tidak pernah
mengalami musim kering. Mungkin karena hal tersebut, tipe hutan ini sering
disebut hutan everwet (selalu basah) atau evergreen (selalu
hijau). Dan yang termasuk hutan ini adalah hutan Amazon dan hutan di Indonesia.
(Arief 2001)
Jika dilihat dari garis lintangnya, Indonesia berada
di 6 derajat LU s.d 11 derajat LS, hal tersebut berarti melewati garis
khatulistiwa. Sehingga juga mendukung berbagai vegetasi dan spesies bisa tumbuh
dan berkembang untuk menigkatkan keanekaragaman hayati.
Bagaimana
kebakaran Hutan bisa terjadi?
Kebakaran adalah suatu kejadian dimana sumber panas
melahap bahan bakar bervegetasi di wilayah hutan yang tidak terkendali. Berdasarkan
definisi tersebut, terdapat 3 faktor atau sumber yang menjadi syarat wajib
terjadinya suatu kebakaran (Flamming). Yaitu, Bahan bakar, Sumber Api, dan
sumber Oksigen. Secara tradisional biasa disebut Segitiga Api (Fire Triangle).
Sehingga, kebakaran mutlak tidak akan terjadi jika ketiga syarat tersebut belum
terpenuhi.
Sejatinya, proses pembakaran adalah proses kebalikan
dari reaksi fotosintesis
CO2 + H2O +
energi matahari menghasilkan O2 dan (C6H10O5)n
Dan proses pembakaran adalah demikian,
O2 +(C6H10O5)n + sumber penyulutan
menghasilkan CO2 + H2O + panas.
Kemudian, ada beberapa tahapan dalam proses kebakaran.
Api tidak serta-merta muncul tanpa melalui tahapan tertentu. Yaitu, pra-penyalaan
(pre-ignition), penyalaan (flaming), pembaraan (smoldering), pemijaran
(glowing) dan padam (extinction). Setiap
tahapan memiliki syarat tertentu untuk dapat terjadi. Misal, masuk proses
Flaming, nyala api membutuhkan suhu sekitar 285 derajat C s.d 325 derajat C,
dengan syarat segitiga api harus terpenuhi.
Pertanyaannya,
apakah rokok bisa memicu terjadinya kebakaran?
Berdasarkan penelitian yang saya lakukan di praktikum
Perlindungan Hutan, tentang kebakaran hutan di Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor. Membuktikan bahwa, pada puntung rokok, dilakukan tiga
perlakuan yaitu perlakuan 1 batang rokok yang disimpan pada serasah, 2 batang
rokok yang disimpan pada serasah, dan 2 batang rokok disatukan yang disimpan
pada serasah. Ketiga perlakuan ini memiliki hasil pengamatan yang relatif sama
dalam waktu 10 menit yaitu rokok yang disimpan masih menyala, tidak
terjadi penyalaan atau percikan api pada serasah, serasah terlihat hangus, dan
puntung rokok mengecil karena habis terbakar. Tingkat bara api, kelembaban
serasah, dan cuaca lingkungan menjadi salah satu faktor yang dapat
diperhitungkan dalam puntung rokok yang menyebabkan kebakaran hutan. Jika bara
api yang dihasilkan oleh puntung rokok kuat, kelembaban serasah kecil, dan
cuaca sedang pemusim kemarau, maka kemungkinan besar dapat muncul api dan
menyebabkan kebakaran hutan. Terlebih lagi, suhu pada punting rokok tidak
mencapai 100 derajat celcius dengan kuantitas bara api yang dihasilkan kecil.
Bahkan, bara api rokok tidak mampu menimbulkan percikan api di serasa pinus
yang kering.
Kesimpulannya, putung rokok yang menjadi sumber panas
mungkin bisa sedikit dibenarkan, akan tetapi argumen yang berpendapat bahwa
putung rokok dapat menyebabkan pemicu terjadinya kebakaran menjadi lemah dan cenderung
hal yang hampir mustahil bisa terjadi. Kondisi ini diperkuat dengan kondisi
hutan di Indonesia yang merupakan hutan hujan tropis yang selalu basah setiap
tahunnya dengan rata-rata kelembaban udara yang diatas rata-rata. Bahkan, 2
putung rokok tidak dapat membakar serasah pinus yang dalam kondisi kering.
Karena, suhu yang dihasilkan pada bara putung rokok tidak mencapai 285 derajat
C yang menjadi syarat minimum terjadinya proses Flaming. Pengecualiannya,
adalah ketika hutan dan lingkungan yang sudah dirusak oleh manusia, menjadikan
lingkungan tidak alami lagi, sehingga
menjadi pemicu peningkatan suhu lingkungan, dan pengurangan kadar air
yang berlebih pada bahan bakar vegetasi.
Daftar Pustaka
Arifin Arief. 2001. Hutan dan kehutanan. Penerbit Kanisius,
Yogyakarta
Terimakasih.. sangat membantu informasinya
ReplyDelete